Wednesday, September 26, 2012

Hadiah dari sinterklas

1 September 2012 ada kado natal dari sinterklas. Mungkin sinterklas tahu bahwa kami sangat membutuhkan hadiah jauh sebelum natal tiba. Untuk memberikan lengkung senyum di bibir kami yang lama terkatup sedih. Untuk memberikan binar di mata kami yang lebih sering sembab karena terlalu banyak menangis. Di tengah duka kehilangan yang sedang mendera, sinterklas diam-diam meletakkan bayi mungkil itu di sana. Di bawah pohon natal, yang belum dihias, tidur dalam wajah damai. Persis bayi Yesus yang baru lahir digambarkan dalam alkitab orang nasrani, namun tanpa kerlap-kerlip lampu natal. Sebab Desember masihjauh. Andina Kirana Larasati, begitu kami menyebutnya. Sungguh, saya jatuh cinta pertama kali melihatnya. Terbalut baju bayi berwarna putih yang kebesaran. Matanya masih belum bisa melihat, masih belajar bernafas. Damai terpancar di wajahnya.
Hari demi hari kado dari sinterklas itu tumbuh dengan cepat. Bagai bunga matahari yang cantik, kuningnya memendar ke sekelilingnya. Siapa pun turut berkilau cahaya kekuningan saat berada di dekatnya. Kado natal dari sinterklas itu tidak saja membuat hati saya seterang sinar mentari, tapi lebih dari itu saya merasa bahagia di dekatnya. Ini bukan rasa bahagia seperti kalau kau mendapat hadiah undian, atau saat hari libur tiba setelah penat bekerja. Ini adalah rasa bahagia seperti saat kau melihat matahari terbit dan terbenam, seperti saat pelangi di rintik tipis air hujan muncul di sudut langit, dan kau melihatnya. Mungkin Tuhan sengaja meletakkan malaikat di hatinya, untuk kami yang memang membutuhkan penghiburan. Dua mata jernih itu bagai telaga, sehingga hati kita yang lelah terasa sejuk hanya dengan memandangnya. Harum tubuhnya bagai hutan yang baru saja disiram hujan yang deras, kemudian reda, dan disinari sinar mentari. Beraroma dan hangat, membuat kami ingin terus memeluknya dan merasakan lembut kulitnya.

Saat hujan gerimis di luar, dan hati saya sedang berwarna tak karuan, kadang-kadang saya melihat kembali gambarnya, hanya untuk mengingatkan saya bagaimana senyum lebar tanpa giginya itu mampu menorehkankan warna merah jambu di hati saya, dengan bunga-bunga  hiasannya. Kini setahun sudah usianya, dengan gigi dua di atas, dua di bawah dan rambut jarang-jarang. Ia bagaikan karya seni yang sedang dibentuk oleh seorang maestro. Saya percaya ia kelak akan menjadi yang terbaik, hatinya terutama. Di dunia yang sudah semakin kacau, di mana orang memilih berotak pintar daripada berhati baik, dunia perlu lebih banyak manusia berhati baik dan tulus. Doaku ia akan menjadi salah satunya.

Kini, kado dari sinterklas itu sedang belajar menapaki permukaan tak bertepi. Sepeda untuk belajar jalan sebagai penopangnya. Sungguh lucu melihat ia mencoba berjalan. Tertatih-tatih mendorong sepeda berjalannya, lalu menyerah dengan cara yang membuat saya tergelak. Menjatuhkan diri lalu meracau dengan bahasa yang tidak berarti, tapi saya tahu, ia sedang berusaha berkata, saya capai dan ingin istirahat. Apa yang dilakukannya seolah mengingatkan saya, bahwa kadang saya perlu untuk mengambil waktu istirahat sejenak saat pikiran sudah sangat kacau, ketika waktu untuk diri sendiri sudah terampas kesibukan duniawi.

Saat pohon natal kerlap-kerlip, 25 Desember tahun ini, kado sinterklas itu perlahan tumbuh menjadi manusia kecil. Masih belum sempurna tumbuhnya sebagai manusia. Namun sinarnya masih kekuningan menyinari setiap hati yang berada di dekatnya. Saya yakin kelak siapa pun di dekatnya, dapat merasakannya seperti sebuah kado dari sinterklas, bukan di hari natal.


1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Asik dapet kado natal :-D

1:02 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home